Daftar Tanya Jawab

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permen PPKS)

#GerakBersama #AmanBersama

Permen PPKS hadir untuk memastikan tetap berlanjut dan terpenuhinya hak warga negara dalam mengakses pendidikan.

Peraturan ini memfasilitasi pelindungan warga negara berusia di atas 18 tahun, belum atau tidak menikah, dan tidak terjerat sindikat perdagangan manusia, yang menjadi korban kekerasan seksual. Identitas tersebut banyak dimiliki oleh mahasiswa.

Permen PPKS hanya menaungi ruang lingkup pendidikan tinggi. Untuk ruang lingkup PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah sudah ada Permendikbud No 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Permen PPKS mengatur:

  1. Langkah pencegahan kekerasan seksual di ranah pembelajaran, tata kelola, dan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan perguruan tinggi;
  2. Langkah penanganan laporan kekerasan seksual dari tata cara pembuatan satuan tugas khusus non-ad hoc (satgas) yang melibatkan mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan, hingga pembuatan keputusan Pemimpin Perguruan Tinggi untuk memulihkan korban dan menjatuhkan sanksi bagi pelaku yang berstatus mahasiswa, pendidik, tendik, atau warga kampus (petugas keamanan, petugas kebersihan, petugas kantin, dan individu lain yang berkegiatan atau bekerja di area kampus); dan
  3. Langkah peningkatan keamanan kampus untuk mencegah berulangnya kasus kekerasan seksual dengan aturan pemantauan dan evaluasi berkala oleh Pemimpin Perguruan Tinggi dan Kemendikbudristek.

Semangat Permen PPKS adalah mendorong Pemimpin Perguruan Tinggi dan setiap warga kampus untuk meningkatkan  keamanan lingkungan kampus dari kekerasan seksual, termasuk memulihkan hak atas hidup korban, bukan memenjarakan terlapor atau pelaku kekerasan seksual.

Kemendikbudristek berwenang dan berkomitmen dalam memastikan setiap penyelenggara pendidikan maupun peserta didiknya dapat menjalankan fungsi Tridharma Perguruan Tinggi dan/atau menyelesaikan pendidikannya dengan aman dan optimal.

Peningkatan kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi menunjukkan bahwa kode etik perguruan tinggi tentang kesusilaan belum cukup memberikan keadilan dan rasa aman bagi segenap sivitas akademika perguruan tinggi dan masyarakat, serta belum mampu menghentikan berulangnya kekerasan seksual.

Dalam survei yang diadakan oleh Tim Penyusun Naskah Urgensi Permen yang beranggotakan lima doktor dari PTN dan PTS di berbagai wilayah Indonesia dan lintas ilmu/disiplin, mayoritas responden yang merupakan dosen di perguruan tinggi menjawab “kekerasan seksual pernah terjadi di kampus” dan mereka “tidak melaporkan kasus kekerasan seksual” yang diketahuinya kepada pihak kampus. Responden merekomendasikan perlunya regulasi yang berlaku di tingkat nasional dan kampus.

Persoalan keamanan harus diprioritaskan di atas persoalan SDM karena pengalaman pendidikan yang aman dan optimal merupakan prioritas. 


Jika terjadi persoalan SDM, unit yang menangani urusan penguatan karakter; Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi; serta Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi siap memberikan pendampingan teknis bagi perguruan tinggi yang mengalami  kekurangan SDM sebagai akibat dari pengambilan keputusan sesuai dengan ketentuan dalam Permen PPKS.

Tentu saja ada. Permen PPKS  memberikan keadilan dengan cara yang berbasis pada kepentingan terbaik korban. Cara untuk mengetahui kepentingan terbaik korban meliputi:

  1. mengidentifikasi kebutuhan korban, dan
  2. meminta persetujuan korban atas langkah penanganan yang akan diambil.

Permen PPKS mewajibkan setiap perguruan tinggi untuk membentuk satgas yang memiliki tugas dan fungsi PPKS di tingkat perguruan tinggi  yang berarti berada langsung di bawah pemimpin perguruan tinggi.

Begitu laporan dugaan kekerasan seksual diterima,  satgas memeriksa bukti-bukti dan memberi rekomendasi sanksi, serta penanganan lanjutan seperti pemulihan korban dan tindakan pencegahan keberulangan di lingkungan kampus kepada Pemimpin Perguruan Tinggi.

Pemeriksaan oleh  satgas sebatas untuk menemukan bukti kekerasan seksual supaya korban mendapatkan proses pemulihan, serta  terlapor tidak mendapatkan impunitas, diberi sanksi di lingkup kampus, dan/atau direkomendasikan untuk diproses melalui jalur hukum.

Indikator dapat berupa, tapi tidak terbatas pada, korban mengalami trauma dan/ atau penderitaan lain yang menghalanginya untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari tanpa rasa takut atau ancaman keselamatan karena: 

  1. gestur, tulisan, dan/ atau ujaran yang menyebut dan/ atau memberi penilaian negatif terhadap tubuh korban;
  2. perbuatan mengirimkan gambar-gambar yang mengandung kecabulan dan/ atau ketelanjangan kepada korban; dan/ atau
  3. perbuatan memegang atau menyentuh bagian tubuh korban yang tidak selayaknya disentuh menurut norma kesopanan kita seperti pipi, dada

Ya. Permen PPKS berlaku untuk semua satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi.

Permen PPKS merupakan respons Kemendikbudristek atas situasi darurat kekerasan seksual di konteks lingkungan pendidikan sebagai ruang lingkup Kemendikbudristek. Peraturan ini berfokus memastikan terpenuhinya hak warga negara dalam mengakses pendidikan tinggi.

Untuk aturan dan mekanisme secara internal, sudah ada Permendikbud No 48 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang mengatur pembentukan majelis dan rekomendasi sanksi untuk konteks serupa.

Anda dapat menghubungi Kemendikbudristek melalui beberapa kanal Unit Layanan Terpadu (ULT) seperti:

  1. mengunjungi Portal Lapor http://kemdikbud.lapor.go.id/
  2. mengirim surel  ke pengaduan@kemdikbud.go.id;
  3. mengontak Pusat Panggilan di nomor 177; atau
  4. datang langsung ke Kemendikbudristek Gedung C, Lantai Dasar, 

Jl. Jenderal Sudirman, Senayan – Jakarta, 10270;


Pasal 37 Permen PPKS mengatur fasilitasi pelaksanaan tugas dan wewenang satgas yang diberikan oleh pemimpin perguruan tinggi. Fasilitasi ini meliputi ​​penyediaan sarana prasarana, pembiayaan operasional, serta pelindungan keamanan dan pendampingan hukum bagi anggota satgas yang menghadapi permasalahan hukum terkait pelaksanaan tugas dan wewenangnya.