
Membantu
Korban
Janganlah takut untuk membantu, karena Anda telah membela hak asasi orang di sekitar Anda.
Mari bergerak bersama. Cari tahu cara untuk membantu korban kekerasan seksual.
1. Prinsip Membantu Korban

Prinsip membantu korban: persetujuan korban berdasarkan informasi yang ia terima atau informed consent.
Berbeda dengan penanganan kasus (khususnya pidana) lainnya yang biasanya berorientasi pada menghukum pelaku, penanganan kasus kekerasan seksual sepatutnya berorientasi pada korban sebagai pihak yang paling terdampak atas kekerasan yang terjadi. Oleh karena itu, prioritas penanganan kasus kekerasan seksual adalah pemulihan bagi korban yang sesuai dengan kebutuhan, keamanan, dan kenyamanannya. Itulah mengapa, ada juga banyak kasus kekerasan seksual, yang tidak berakhir dengan melaporkan pelaku ke pihak berwajib, tetapi berfokus pada pemulihan kondisi korban. Kalaupun ada proses yang menghukum pelaku, dipastikan terjadi dalam kerangka upaya memprioritaskan pemulihan korban.
Persetujuan berdasarkan informasi, adalah jaminan untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil dalam proses penanganan kasus kekerasan seksual berorientasi pada korban. Serupa dengan definisi persetujuan berdasarkan informasi dalam konteks mengakses layanan kesehatan, definisinya dalam pemrosesan kasus kekerasan seksual juga dijelaskan sebagai persetujuan yang diberikan oleh korban atas langkah yang akan diambil, setelah korban mendapatkan dan memahami informasi mengenai risiko, konsekuensi atau kemungkinan yang mungkin muncul atas tindakan yang diambil.
2. Pilihan cara mengintervensi kekerasan seksual: 5D

Tergantung dari konteks atau situasi saat kejadian, saksi kekerasan seksual dapat melakukan salah satu cara intervensi yang dikenal dengan 5D. Pelaku dapat 1) ditegur langsung atau 2) dialihkan. Dengan kata lain, saksi dapat menghentikan perbuatan pelaku dengan mengalihkan perhatian pelaku, misalnya, berseru: “Jangan berbuat itu!” atau dengan lebih halus berupaya menghalangi pelaku supaya ia menghentikan pelecehannya terhadap korban.
Selain itu, saksi juga dapat memberi 3) delegasi tanggung jawab intervensi ke orang lain di sekitarnya. Saksi dapat memanggil petugas keamanan terdekat untuk menindak pelaku atau mengajak temannya atau orang lain di sekitarnya untuk ikut membantu menghentikan perbuatan pelaku.
Terakhir, intervensi saksi dapat 4) ditunda dan kejadian 5) didokumentasikan. Dalam hal menunda intervensi, saksi dapat mendekati korban setelah kejadian usai untuk menanyakan keadaan korban. Bila saksi merekam kejadian atau wajah pelaku, saksi tidak boleh mengedarkan atau memproses dokumentasi tersebut tanpa persetujuan korban. Pengalaman dilecehkan secara seksual sudah merupakan pengalaman yang melemahkan dan traumatis bagi korban, intervensi saksi semestinya berorientasi pada pemulihan korban yang tidak membahayakan keselamatan korban untuk kedua kalinya.
3.Prinsip Tidak Menyalahkan Korban
